Kamis, November 06, 2008

HARI PAHLAWAN_BANGKITLAH INDONESIA

10 November 1945 ... Arek-arek Suroboyo
Tegang 220 V
Nasionalisme atau hanya sebatas Hegemoni Hari Pahlawan ???
Tak terasa, 10 November kini kembali menggema di Bumi Nusantara untuk yang ke-63 kalinya. Walau masih pagi buta, bahkan sudah terdengar suara Lagu-lagu perjuangan dari mulut Radio milik pemerintah. Bangsa ini mempunyai filosofi kepahlawanan yang agung dan luhur. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya." Itulah semboyan yang sejak kita duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), sudah terdoktrin dengan baik. Suatu pemahaman yang baik sebenarnya. Namun sayangnya, hanya sebatas retorika belaka. Hanya bisa berteori, kata guru saya. Hanyalah Hegemoni yang sudah mendarah daging.
Saya teringat dengan kisah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pertempuran sengit antara Arek-arek Suroboyo melawan tentara sekutu NICA, yang dengan sengaja secara biadab mengibarkan bendera Merah-Putih+Biru di atas Puncak Hotel Yamato. Terang saja Arek-arek Suroboyo yang ganas dengan darah muda mereka, menjadi garang. Tokoh sentral dalam kisah itu pun naik ke puncak. Merobek warna biru yang seolah adalah najis yang mengotori Merah-Putih. Sutomo atau Bung Tomo, atau apalah julukannya, yang pasti ia adalah salah satu potret semangat anak muda Indonesia yang semestinya masih bisa tersalurkan hingga ke generasi yang saat ini, bahkan generasi-generasi emas selanjutnya.
Namun bagaimana dengan kondisi faktual yang terjadi di Bumi Nusantara? Semuanya hanya akan menunjukkan suasana hegemoni yang teramat tinggi dalam pemaknaan Hari Pahlawan. Semua hanya akan teringat bahwa "Ya! Hari ini adalah Hari Pahlawan." Pasukan pun akan segera membentuk barisan yang rapi. Seolah akan menghadapi perang besar. Upacara bendera akan segera dilaksanakan. Sang saka merah-putih pun berkibar, menari di puncak tertinggi tanpa harus takut untuk terjatuh dan tak akan khawatir lagi akan bersanding dengan warna Biru yang menodainya. Lagu kebangsaan Indonesia Raya akan terdengar berkumandang di seluruh langit Zamrud Katulistiwa dengan khidmad.
Dan ... begitu bendera diam setelah letih menari diiringi angin, upacar pun selesai. Dan seketika itu pun selesai sudahlah keterkejutan umat akan tanggal 10 November yang hadir saat itu. Semua akan kembali terlarut dalam berbagai aktivitas bergaya hedonis dan apatis. Semua hanya akan mengingat bahwa mereka telah melaksanakan uapcara bendera dalam memperingati Hari Pahlawan. Mereka akan teringat lagi saat 10 November kembali bertamu di tahun berikutnya.
Sungguh memilukan!
Hari Pahlawan hendaknya bukan hanya menjadi suatu hari bersejarah, yang ketika orang-orang melihat tanggal 10 November di kalender, mereka akan berseru "Hari ini adalah Hari Pahlawan". Hari Pahlawan bukanlah suatu momentum yang secara continu hanya bertugas sebagai alarm waktu yang mengingatkan kita akan peristiwa bersejarah yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Lebih dari itu!!!
Hari Pahlawan seharusnya bisa menjadi keuatan historis yang bisa menyadarkan kita atas semua yang telah kita perbuat kepada bangsa ini. Sudahkah kita menunjukkan pengorbanan kita bagi bangsa ini? Sejauh apakah kita memberi dan bukan hanya menerima apa yang diberikan Ibu Pertiwi?
Euforia hari pahlawan tidak harus ditunjukkan dengan Upacara bendera yang khidmad atau menyanyikan lagu-lagu perjuangan sepanjang Tanggal 10 November, karena itu bukanlah bentuk Nasionalisme yang luhur melainkan hanya sebatas Hegemoni belaka yang akan segera terkikis habis oleh waktu, tepat ketika upacara selesai atau lagu perjuangan tersebut berhenti dinyanyikan.
BANGKITLAH BANGSAKU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hai ... buat lo yang mao nyumbangin saran, komen, ide buat pengembangan Blog w,,, w berharap bgt lo mao nulis n ngetik di sini yah ...

thnks ...

Regards ...
Sadam ...

Salam Sukses